BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Materi good
governance merupakan salah satu materi yang bertujuan untuk memberikan
pengayaan pengetahuan tentang konsep, gagasan, urgensi serta fundamental dalam
konteks penegakan good dovernance.Istilah good and clean governance merupakan
wacana yang mengiringi gerakan reformasi.
Konsep good governance menggambarkan bahwa sistem pemerintahan yang baik
menekankan kepada kesepakatan pengaturan negara yang diciptakan bersama
pemerintah, lembaga-lembaga negara baik di tingkat pusat maupun daerah,sektor
swasta dan masyakarakat madani.
Untuk lebih
memahani tentang good governance kita harus memahami pula tentang
prinsip-prinsip good governanxce.Prinsip good governance bisa
didapatkan dari tolak ukur kinerja suatu pemerintah yangmana baik buruknya
suatu pemerintah dapat dilihat dari semua unsur-unsur yang terdapat dalam prinsip-prinsip
good governance.
Dalam pembahasan
ini juga kami akan membahas tentang factor-faktor yang mempengaruhi kinerja
birokrasi yang mana sangat banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kenerja
birokrasi,dan hal-hal tersebut juga yang akan menentukan lancar tidaknya suatu
birokrasi dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan.
1.2
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian
tentang good and governance?
2.
Apasaja yang
termasuk kedalam prinsip-prinsip pokok good and clean governance?
3.
Apasaja
faktor-faktor yang mempengaruhi kenerja birokrasi?
1.3
TUJUAN
1.
Memahami
pengertian good and governanace.
2.
Memahani
pentingnya prinsip-prinsip good and governance dalam tata kelola
pemerintahan.
3.
Menganalisis
keterkaitan good and clean governance dengan kinerja birokrasi pelayanan
publik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN GOOD
AND GOVERNANCE
Istilah good
and governance muncul pasca runtunya rezim Orde Baru dan bergulirnya
gerakan reformasi,[1]pada
awal 1990-an.Secara umum istilah good and governance adalah segala hal
yang berkaitan dengan tindakan atau memengaruhi tingkah laku yang bersifat
mengarahkan, mengendalikan, atau memengaruhi urusan publik untuk mewujudkan
nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari hari.[2]
Pemikiran tentang good
and governance pertama kali dikembangkan oleh lembaga dana internasional
seperti World Bank, UNDP dan IMF dalam rangka menjaga dan menjamin
kelangsungan dana bantuan yang diberikan kepada negara sasaran bantuan.Karena
itu good governance menjadi isu sentral dalam hubungan lembaga-lembaga
multirateral tersebut dengan negara sasaran.[3]
Ada empat
pengetian yang menjadi arus utama, yakni pertama dimaknai sebagai kinerja suatu
lembaga; kedua dimaknai sebagai penerjemah kongkrit dari demokrasi dengan
meniscayakan civic culture sebgai penompang berkelanjutan demokrasi itu
sendiri; ketiga dan keempat diartikan dengan istilah aslinya atau tidak
diterjemahkan karena memandang luasnya dimensi good governance yang
tidak bisa direduksi hanya menjadi pemerintahan semata.
Jadi good
governance diartikan sebagai tata tingkah laku atau tindakan yang baik yang
didasarkan pada kaidah-kaidah tertentu untuk pengelolaan masalah-masalah public
dalam kehidupan keseharian.[4]
Dengan demikian good
and governance adalah pemerintahan yang baik dalam standar proses dan
hasil-hasilnya, semua unsur perintahan bisa bergerak secara sinergis, tidak
saling berbenturan, memperoleh dukungan dari rakyat dan terlepas dari
gerakan-gerakan anarkis yang dapat mengahmbat proses pemabangunan.[5]
2.2
PRINSIP-PRINSIP POKOK GOOD AND CLEAN GOVERNANCE
Untuk
meralisasikan pemerintahan yang professional dan akuntabel yang bersandar pada
prinsip-prinsip good governance Lembaga Administrasi Negara (LAN)[6]
dan Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI)[7]merumuskan
sembilan aspek fundamental (Asas) dalam good governance yang harus diperhatikan,
yaitu sebagai berikut:
1.
Partisipasi (participation).
2.
Penegakan hukum
(rule of law).
3.
Transparansi (transparency).
4.
Responsive (responsiveness).
5.
Orientasi
kesepakatan (consensus orientation).
6.
Kesetaraan (equite).
7.
Efiktivitas (effectivenness)
dan Efisiensi (eficiency).
8.
Akuntabilitas (accountability).
9.
Visi strategis
(strategic vision).
2.2.1
Partisipasi
(Participation)
Asas
partisipasi adalah bentuk keikutsertaan warga masyarakat dalam pengambilan
keputusan.Bentuk keikutsertaan dibagun berdasarkan prinsip demokrasi yakni
kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat secara konstruktif.[8]
Menurut
Jewell dan Siegall (1998:67) partisipasi adalah keterlibatan anggota organisasi
didalam semua kegiatan organisasi.Di lain pihak Handoko (1998:31) menyatakan
partisipasi merupakan tindakan dan pengawasan kegiatan di dalam organisasi.[9]
Semua warga negara berhak terlibat dalam keputusan, baik
langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah untuk mewakili kepentingan
mereka. Paradigma birokrasi sebagai center for public harus diikuti dengan
berbagai aturan sehingga proses sebuah usaha dapat dilakukan dengan baik dan
efisien, selain itu pemerintah juga harus menjadi public server dengan
memberikan pelayanan yang baik, efektive, efisien, tepat waktu serta dengan biaya
yang murah, sehingga mereka memiliki kepercayaan dari masyarakat. Partisipasi
masyarakat sangat berperan besar dalam pembangunan, salah satunya diwujudkan
dengan pajak.
2.2.2 Penegakan
Hukum (Rule of Law)
Penegakan hukum adalah pengelolaan pemerintah yang
profesional dan harus didukung oleh penegakan hukum yang berwibawa.[10]Penegakan
hukum sangat berguna untuk menjaga stabilitas nasional. Karena suatu hukum bersifat
tegas dan mengikat.Sehubungan dengan itu,santosa (2001:87)menegaskan, bahwa
Perwujudan good governance harus di imbangi dengan komitmen pemerintah untuk
menegakkan hukum yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut :[11]
a.
Supremasi Hukum, yakni
setiap tindakan unsur-unsur kekuasaan negara dan peluang partisipasi masyarakat
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara didasarkan pada hukum dan peraturan
yang jelas dan tega dan dijamain pelaksanaannya secara benar serta independen.
b.
Kepastian hukum, bahwa
setiap kehidupan berbangsa dan bernegara diatur oleh hukum yang jelas dan
pasti, tidak duplikasi dan tidak bertentangan antara satu dengan lainnya.
c.
Hukum yang responsive,
yakni aturan-aturan hukum disusun berdasarkan aspirasi msyarakat luas, dan
mampu mengakomodasi berbagai kebutuhan publik secara adil.
d.
Penegakan hukum yang
konsisten dan nondiskriminatif, yakni penegakan hukum yang berlaku untuk semua
orang tanpa pandang bulu jabatan maupun status sosialnya sebagai contoh aparat
penegak hukum yang melanggar kedisiplinan dan hukum wajib dikenakan sanksi.
e.
Independensi peradilan,
yakni peradilan yang independen bebas dari pengaruh penguasa atau pengaruh
lainnya. Sayangnya, di negara kita independensi peradilan belum begitu baik dan dinodai oleh
aparat penegak hukum sendiri, sebagai contoh kecilnya yaitu kasus suap jaksa.
2.2.3
Tranparasi
(Transparency)
Trasparaasi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan
kebijakan yang diambil oleh pemerintah (Notodisoerjo,2002:129).Dengan adanya
trasparasi maka pemerintah menujakan kinerjanya sebgai tolak ukur dan informasi
bagi masyarakat di pemrintahan.
Menurut Jeff dan Shah (1998:68) indicator yang dapat
digunakan untuk mengukur trasparasi yaitu: Bertamabahnya wawasan dan
pengetahuan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintah.[12]
Akibuat tidak adanya prinsip transparansi ini bangsa
indonesia terjebak dalam kubangan korupsi yang sangat parah. Salah satu yang
dapat menimbulkan dan memberi ruang gerak kegiatan korupsi adalah manajemen
pemerintahan yang tidak baik. Dalam pengelolaan negara, Goffer berpendapat bahwa terdapat delapan unsur yang harus
dilakukan secara transparasi, yaitu :
a.
Penetapan posisi dan
jabatan.
b.
Kekayaan pejabat
publik.
c.
Pemberian penghargaan.
d.
Penetapan kebijakan
yang terkait dengan pencerahan kehidupan.
e.
Kesehatan.
f.
Moralitas para pejabat
dan aparatur pelayanan publik.
g.
Keamanan dan
ketertiban.
h.
Kebijakan strategis
untuk pencerahan kehidupan masyarakat.
Dalam hal penepatan posisi jabatan public harus dilakukan
melalui mekanisme test and proper test (uji kelayakan) yang dilakukan
oleh lembaga-lembaga independen,seperti komisi yudisial,komisi
kepolisian,komisi pajak dan sebagainya.[13]
2.2.4
Responsif
(Responsiveness)
Asas responsif adalah bahwa pemerintah harus tanggap
terhadap persoalan-persoalan masyarakat secara umum.Pemerintah harus memenuhi
kebutuhan masyarakatnya, bukan menunggu masyarakat menyampaikan aspirasinya,
tetapi pemerintah harus proaktif dalam mempelajari dan mengalisa
kebutuhan-kebutuhan masyarakat.Jadi setiap unsur pemerintah harus memiliki dua
etika yaitu etika individual yang menuntut pemerintah agar memiliki kriteria
kapabilitas dan loyalitas profesional.Dan etika sosial yang menuntut pemerintah
memiliki sensitifitas terhadap berbagai kebutuhan pubik.[14]Orientasi
kesepakatan atau Konsensus (Consensus Orientation).
Asas konsensus adalah bahwa setiap keputusan apapun
harus dilakukan melalui proses musyawarah. Cara pengambilan keputusan secara
konsensus akan mengikat sebagian besar komponen yang bermusyawarah dalam upaya mewujudkan efektifitas
pelaksanaan keputusan. Semakin banyak yang terlibat dalam proses pengambilan
keputusan maka akan semakin banyak aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang
terwakili selain itu semakin banyak yang melakukan pengawasan serta kontrol
terhadap kebijakan-kebijakan umum maka akan semakin tinggi tingkat
kehati-hatiannya dan akuntanbilitas pelaksanaannya dapat semakin di
pertanggungjawabkan.
2.2.5
Konsesus (consesus)
Pengambilan
keputusan adalah salah satu asas yang fundamental yang harus di perhatikan oleh
pemrintah dalam melaksanakan tuhas-tugasnya untuk mencapai tujuan good
governance.Pengambilan keputusan secra konsessus yakni mengambil keputusan
melaui proses musyawarah dan semaksimal mungkin berdasrkan kesepakatan bersama.
Prinsip ini
menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah
melalui konsesus. Model pengambilan keputusan tersebut, selain dapat memuaskan
sebagian besar pihak, juga akan menjadi keputusan yang mengikat dan milik
bersama, sehingga akan memiliki kekuatan memaksa bagi semuakomponen yang
terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut.
Pelaksanaan
prinsip pada paktinya sangat terkait dengan tingkat partisipasi masyarakat
dalam kegiatan pemerintahan, kulturaldemokrasi,serta tata aturan dalam kegiatan
pengambilan kebijakan yang berlaku dalam sebuah system.[15]
Paradigma
ini perlu dilakukan dalam konteks pelaksanaan pemerintahan, karena urusan yang
mereka kelola adalah persoalan-persoalan public yang ahrus di pertanggung
jawabkan kepada masyarakat.
2.2.6
Kesetaraan (equity)
asas
kesetaraan yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan.Asas ini dikembankan
berdasrkan senuah kenyataan bahnwa bangsa Indonesia ini tergolong bangsa yang
prural,baik dari segi etnik,agama dan budaya.prulalisme ini tentu saja pada
satu sis dapat memicu masalah apabila dimanfaatkan dalam konteks kepentingan
sempit seperti primordialisme,egoism,dan sebagainya.[16]Krena
prinsip kesetaraan harus diperhatikan agar tidak memicu akses yang tidak
diinginkan dalam penyelenggaraan pemedrintah.
Asas kesetaraan dan
keadilan adalah kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan publik.Pemerintah harus
bersikap dan berprilaku adil dalam memberikan pelayanan terhadap publik tanpa
mengenal perbedaan kedudukan, keyakinan, suku, dan kelas sosial.[17]
Clean and good
governance juga harus
didukung dengan asa kesetaraan, yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan.
Asas ini harus diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh semua penyelenggara
pemerintahan di Indonesia karena kenyatan sosiologis bangsa kita sebagai bangsa
yang majemuk, baik etnis, agama, dan budaya.
2.2.7
Efektivitas
(Effectifeness) dan Efisiensi (Efficiency)
Efisiensi
berkaitan dengan penghematan keuangan, sedangkan Efikktifitas berkaitan dengan
ketepatan cara yang digunakan untuk menyelesaikan masalah (Handoko,1998:23).Menurut
Jeff dan Shah (1998:7) indikator yang dapat digunakan untuk mengur efisiensi
dan efiktifitas,yaitu : Efisiensi: Meningkatnya kesejahteraan dan nilai
tambah dari pelayanan masyarakat, berkurangnya penyimpanan pembelanjaan,
berkuragnya bianya operasioanal pelayanan dan mendapatkan ISO pelayanan.
Eviktivitas: Meningkatnya masukan dari masyarakat terhadap penyimpangan
(Kebocoran, Pemborosan, Penyalahgunaan wewenang dan sebagainya) melalui media
massa dan berkurangnya pentimpangan.[18]
Konsep
efektivitas dalam sektor kegiatan-kegiatan publik memiliki makna ganda,
yakni efektivitas dalam pelaksanan proses-proses pekerjaan, baik oleh pejabat
publik maupun partisipasi masyarakat, dan kedua, efektivitas dalam konteks
hasil, yakni mampu membrikan kesejahteraan pada sebesar-besarnya kelompok dan
lapisan sosial.Kriteria efektif dan efisien yaitu pemerintah harus berdaya guna dan
berhasil guna. Kriteria efektivitas biasanya diukur dengan parameter produk
yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai
kelopok dan lapisan sosial.Sedangkan asas efisiensi umumnya diukur dengan
rasionalitas biaya pembangunan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.Semakin
kecil biaya yang dipakai untuk mencapai tujuan dan
sasaran maka pemerintah dalam kategori efisien.
2.2.8
Akuntabilitas
(Accountability)
Asas akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pejabat
publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi
kepentingan mereka.,di sisi lain Akuntabilitas adalah kemampuan untuk
mempertanggung jawabkan semua tindakan dan kebijaksanaan yang telah ditemapuh
(mardiasmo,2001:251).
Menurut Jeff dan Shah (1998:70) Indikator yang daqpt
digunakan untuk mengukur akuntabilitas, yaitu meningktnya kepercanyaan dan
kepuasan masyarakat terhadapa pemerintah, tumbuhnya kesadaran masyarakat,
meningkatnya keterwakilan berdasarkan pilihan dan kepentingan masyarakat, dan
berkurangnya kasus-kasus KKN.[19]
Setiap pejabat publik dituntut untuk
mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas
sikapnya terhadap masyarakat.Inilah yang dituntut dalam asas akuntabilitas
dalam upaya menuju pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
2.2.9
Visi Strategis
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa
yang akan datang. Tidak sekedar memiliki agenda strategis untuk masa yang akan
datang, seseorang yang memiliki jabatan publik atau lembaga profesional
lainnya, harus memiliki kemampuan menganalisa persoalan dan tantangan
yang akan dihadapi oleh lembaga yang dipimpinnya.[20]
Bangsa-bangsa
yang tidak memiliki sensitifitas terhadap perubahan serta perdiksi perubahan
kedepan,tidak saja tertinggal oleh bangsa lain
di dunia,tapi juga akan terperosok pada akumulasi kesulitan, sehingga
proses recoverynya tidak mudah.Salah satu contoh,Kecerobohan bangsa Indonesia
dalam menerapkan kebijakan devisa bebas di era 1980-an, dan memberi peluang
pada sector swasta untuk melakukan direct loan (pinjaman langsung)
terhadap berbagai lembaga keuangan di luar negeri,dengan tanpa perhitungan
jadwal pembayaran yang rasional telah mengakibatkan krisis keuangan di akhir
1990-an yang mengakibatkan nilai tukar dolar meningkat dan kurs rupiah
anjlok.Aspek lain yang lebih penting dalam konteks pandangan strategi untuk
masa ytuang akan datang,adalah perumusan-perumusan blueprint design
kehidupan ekonomi, social dan budaya untuk sekian tahun kedepan yang ahrus
dirancang dan dikerjakan sejak sekarang.
Untuk
mewujudkan cita good governance dengan asas-asas fundamental sebagaimana
telah dipaparkan,setidaknya harus melakukan lima aspek prioritas,yakni:[21]
1.
Penguatan Fungsi dan Peran Lembaga Perwakilan
2.
Kemandirian Lembaga Peradilan
3.
Aparatur Pemerintah yang Professional dan Penuh
Integritas
4.
Masyarakat Madani (Civil Society) yang
Kuat dan Partisipatif
5.
Penguatan Upanya Otonomi Daerah.
2.3
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA BIROKRASI
Kinerja birokrasi di
masa depan akan dipengaruhi oleh faktor- faktor berikut ini:
a. Struktur biroksasi sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan fungsi
yang menjalankan aktivitas birokrasi.
b. Kebijakan pengelolaan, berupa visi, misi, tujuan, sasaran, dan tujuan dalam
perencanaan strategis pada birokrasi.
c. Sumber daya manusia, yang berkaitan dengan kualitas kerja dan kapasitas
diri untuk bekerja dan berkarya secara optimal.
d. Sistem informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan data base
dalam kerangka mempertinggi kinerja birokrasi. Sarana dan prasarana yang
dimiliki, yang berhubungan dengan penggunaan teknologi bagi penyelenggaraan
birokrasi pada setiap aktifitas birokrasi.[22]
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Good governanceadalah
suatu tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai yang bersifat
mengarahkan,mengendalikan, atau mempengaruhi masalah public untuk mewujudkan
nilai-nilai itu dalam kehidupan keseharian.Good governance juga
merupakan suatu kesepakatan menyangkut pengaturan negara yang diciptakan
bersama oleh pemerintah,masyarakat madani (civil society) dan sector
swasta.Kesepakatan tersebut mencakup keseluruhan bentuk mekanisme,proses dan
lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok masyarakat mengutarakan
kepentingannya,menggunakan hak hokum,memenuhi kewajiban dan membebani perbedaan
diantara mereka.
Indicator good
governance jika produktif dan memperlihatkan hasil dengan indicator
kemampuan ekonomi rakyat menigkat baik dalam aspek produktifitas maupun dalam
daya belinya,kesejahteraan spiritualnya terus meningkat dengan indicator rasa
aman,tenang dan bahagia serta sence of nationality yang baik.
Dalam memahami Good
governance kunci utamanya adalah pemahaman atas prinsip-prinsip yang
terdapat didalamnya, karena baik buruknya pemerintah bisa dinilai bila ia telah
bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip Good governance.
Selain itu karena
yang melakukan tindakan Good governance adalah pemerintah, maka Pemerintah adalah
organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang
di wilayah tertentu.Ada sembilan aspek fundamental (asas) dalam perwujudan Good
Governance.
Untuk mewujudkan
pemerintahan yang baik, maka setidaknya dapat dilakukan melalui pelaksanaan
prioritas program, yakni:
1.
Penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan.
2.
Kemandirian lembaga peradilan.
3.
Profesionalitas dan integritas aparatur pemerintah.
4.
Penguatan partisipasi masyarakat madani (civil society).
5.
Peningkatan kesejahteraan rakyat dalam kerangka otonomi daerah.
Pelayanan
umum atau pelayanan publik adalah pemberian jasa, baik oleh pemerintah, pihak
swasta atas nama pemerintah maupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau
tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan atau kepentingan masyarakat.
Factor-faktor yang
menentuntukan lancar tidaknya suatu birokrasi dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan,tetapi kinerja birokrasi di masa depan akan banyak di pengaruhi oleh
banyak factor-faktor yang mempengaruhinya.
3.2
SARAN
Untuk memperbaiki
kesalah dalam pembuatan makalah ini kami sarankan dengan penuh hormat kepada
semua pihak baik pembimbing ataupun rekan-rekan seperjuangan untuk dapat ikut
serta memberikan kritikan dan masukan agar dapat memperbaiki dalam pembuatan
makalah-makalah berikutnya.
Mudah-mudahan kedepan pelayanan yang di berikan melaui
konsep good governance akan menjadikan kehidupan dinegara lebih mudah
dalam memperoleh pelayanan dan memberikan pelayanan yang terbaik untuk
masyarakat yang ada di pemerintahan negara serta tidak membutuhkan biaya yang besar untuk
memperoleh sebuah pelayan.
Sebagai pel atau obat terhadap penyakit pelayan yang
terjadi selama ini adalah konsep good governance, dapat di terapkan
kepada petugas pelayan publik yang ada di negara. Dengan cara memberikan pelatihan pelayanan publik
kepada petugas yang ada di negara. Sekali lagi kita berharap pelayan publik yang efesiean efektif dan
akuntabilitas dapat di wujudkan di negara
kita.
DAFTAR
PUSTAKA
Agus Dwiyanto. Mewujudkan
Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Gadjah Mada University Press. 2005
Azra azyumardi,2003;Demokrasi,Hak
Asasi Manusia dan Masyarakat madani pendidikan kewarganegaraan,Jakarta:Prenada
Media.
Rojak Abdul dan Sayuti
wahid,dkk,2004;pendidikan kewarganegaraan,Jakarta:Prenada Media.
Saefulloh Aep dan Tarsono,2011;modul
pendidikan kewarganegaraan,Bandung:Batik Press.
Sahid Asep Gatara dan Sofhian
subhan,2012;Pendidikan kewarganegaraan,Bandung:Fokus media.
Sulaiman Asep,2013;Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan,Bandung:Fadillah Press.
Ubaedillah A dan Abdul Rozak edisi
revisi,2003:Pancasila Demokrasi Hak Asasi Manusia Dan Mayarakat
Madani,Ciputat Jakarta Selatan:Prenada Media Gruf.
Ubaedillah A dan Abdul Rozak edisi
ke-3,2003:Pancasila Demokrasi Hak Asasi Manusia Dan Mayarakat Madani,Ciputat Jakarta Selatan:Prenada Media Gruf.
Websate
http://pksm.mercubuana.ac.id/new/elearning/files_modul/99011-12- 466363723031.doc
http://www.alisjahbana08.wordpress.com/page/22/
http://www.bangka.go.id/artikel.php?id_artikel=7
http://www.kpk.go.id/modules/news/article.php?storyid=1067
http://www.scribd.com/doc/52568330/Good-Governance
http://www.scribd.com/document_downloads/direct/52568330?extension= docx&ft=1
[1]Asep sahid gatara dan subhan sofhian.pendidikan
kewarganegaraan,hml.82.
[2] Ubaedillah dan Abdul Rozak.Pendidikan kewarganegaraan,hml.160.
[3] Saiful munjani.Muslim Demokrasi,hml.13.
[4] Asep sahid gatara dan subhan sofhian.pendidikan
kewarganegaraan,hml.83.
[5] Asep sulaiman.pendidikan pancasila dan kewarganegaraan,hlm.180.
[6] Komarudin hidayat dan Azyumardi Azra,Pendidikan
Kewarganegaraan,hml.199.
[7] Ibid., hml 2-3.
[8] Ubaedillah dan Abdul rozak,pendidikan kewarganegaraan,hml.161.
[9] Aep Saepuloh dan Tarsono,Modul pendidikan dan kewarganegaraan,hml.176.
[10] Ubaedillah dan Abdul rozak,pendidikan kewarganegaraan,hml.163.
[11] Azyumrdi Azra,Demokrasi HAM dan Masyarakat madani,hml183.
[12]Aep Saepuloh dan Tarsono,Modul pendidikan dan
kewarganegaraan,hml.177.
[13] Ubaedillah dan Abdul rozak,pendidikan kewarganegaraan,hml.163.
[14] Ubaedillah dan Abdul rozak,pendidikan kewarganegaraan,hml.164.
[15] Azyumrdi Azra,Demokrasi HAM dan Masyarakat madani,hml186.
[16] Azyumrdi Azra,Demokrasi HAM dan Masyarakat madani,hml186.
[17] Ubaedillah dan Abdul rozak,pendidikan kewarganegaraan,hml.164.
[18] Aep Saepuloh dan Tarsono,Modul pendidikan dan
kewarganegaraan,hml.178.
[19] Aep Saepuloh dan Tarsono,Modul pendidikan dan kewarganegaraan,hml.178
[21] Azyumrdi Azra,Demokrasi HAM dan Masyarakat madani,hml190.
[22] A.Ubaedillah dn Abdul Rozak,Pendidikan Kewarganegaraan.hlm.210.